Mengawal Implementasi KUHP Baru: Pentingnya Peran Masyarakat Sipil dan Akademisi
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang
akan dimulai pada 2 Januari 2026 menandai babak baru dalam sejarah hukum pidana
Indonesia. KUHP yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 ini
tidak hanya mengganti KUHP warisan kolonial, tetapi juga memperkenalkan
paradigma baru yang mengedepankan keadilan korektif, restoratif, dan
rehabilitatif. Namun, keberhasilan implementasinya tidak bisa hanya bertumpu
pada pemerintah dan aparat penegak hukum. Peran masyarakat sipil dan akademisi
justru menjadi penopang penting dalam mengawal proses transisi ini agar
berjalan transparan, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai konstitusional.
Masyarakat sipil memiliki peran krusial dalam menjadi pengawas
kebijakan serta jembatan antara hukum dan kebutuhan nyata masyarakat.
Organisasi masyarakat sipil (OMS), seperti lembaga bantuan hukum, kelompok
advokasi HAM, serta organisasi profesi hukum, bisa berperan dalam memberikan
pendidikan hukum kepada masyarakat. Mereka juga bisa mengidentifikasi potensi
pelanggaran atau penyalahgunaan pasal-pasal dalam KUHP baru, terutama yang
bersifat kontroversial seperti pasal penghinaan terhadap presiden, lembaga
negara, dan ketentuan tentang moralitas publik. Fungsi kontrol dan advokasi
yang dijalankan oleh masyarakat sipil akan menjadi salah satu pengimbang
penting dalam sistem hukum.
Sementara itu, kalangan akademisi memiliki peran sebagai penafsir
dan penguji substansi hukum. Melalui kajian ilmiah, riset multidisipliner,
serta diskusi akademik, perguruan tinggi dapat mengkritisi pasal-pasal dalam
KUHP yang berpotensi multitafsir atau bertentangan dengan hak asasi manusia.
Lebih dari itu, akademisi dapat menyumbangkan solusi normatif dan implementatif
yang realistis, dengan memperhatikan konteks sosial, budaya, dan hukum di
Indonesia. Artikel ilmiah, kuliah umum, serta jurnal hukum menjadi sarana
penting untuk menyebarluaskan pemahaman terhadap semangat reformasi hukum dalam
KUHP baru.
Sinergi antara masyarakat sipil dan akademisi juga diperlukan
dalam kegiatan sosialisasi KUHP kepada publik. Mereka dapat bekerja sama dengan
pemerintah dan media massa dalam menyelenggarakan forum diskusi, seminar
terbuka, pelatihan paralegal, dan edukasi hukum berbasis komunitas. Tujuannya
adalah agar pemahaman terhadap KUHP baru tidak hanya terbatas pada elit hukum,
tetapi juga menyentuh masyarakat akar rumput yang paling terdampak oleh hukum
pidana.
Di tengah tantangan implementasi, seperti resistensi aparat,
kesenjangan pemahaman hukum, hingga keterbatasan infrastruktur, partisipasi
aktif dari masyarakat sipil dan akademisi menjadi penentu keberhasilan atau
kegagalan reformasi hukum ini. KUHP baru bukan sekadar kumpulan pasal, tetapi
sebuah refleksi dari nilai dan semangat keadilan sosial yang hidup di
masyarakat.
Dengan melibatkan
publik secara luas dan memanfaatkan keahlian akademik sebagai dasar
pertimbangan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menghadirkan sistem hukum
pidana yang tidak hanya modern, tetapi juga demokratis dan berorientasi pada
perlindungan hak asasi manusia.
Post a Comment for " Mengawal Implementasi KUHP Baru: Pentingnya Peran Masyarakat Sipil dan Akademisi"